Berhasil Tembus Xinjiang, Cerita Azzam Mujahid Izzulhaq Soal Muslim Uighur
Januari 12, 2019 Dunia Islam, Muslim Uyghur
Azzam Mujahid Izzulhaq saat olahraga di Xinjiang di tengah menjalankan aktivitas kemanusiaan di Xinjiang (ilustrasi)
Aktivis Kemanusiaan, Azzam Mujahid Izzulhaq berhasil menembus Xinjiang, China. Azzam dengan blak-blakan menceritakan kondisi memprihatinkan Muslim Uighur yang langsung ia saksikan.aa
"Jika di depan Ka'bah saya menangis saat shalat mendengarkan ayat yg dibaca oleh Sang Imam dengan begitu fashih, panjang dalam alunan suara yg menyentuh hati. Tidak di sini. Saya menangis karena kondisi ini. Dengan segala keterbatasan umat Islam untuk beribadah kepada Allah Rabbul Izzati." kata Azzam melalui akun fesbuknya, Sabtu (12/1/19).
Suasana Masjid
Azzam, dalam ceritanya, mendirikan shalat di masjid 3 lantai dengan bangunan yang mengagumkan.
"Masjidnya 3 lantai. Dibangun lebih dari puluhan atau hingga fatusan lalu. Ornamennya cantik. Perpaduan gaya Turki, Mongolia, Kyrgistan dan China." katanya.
Dahulu, lanjutnya, masjid ini dibuka sepanjang hari. Anak-anak ramai berdatangan. Bahkan banyak masyarakat yang datang meski sekadar untuk berfoto.
"Sekarang sepi. Dibatasi." lanjutnya.
Pemeriksaan Masuk Masjid
Azzam menuturkan, untuk masuk ke dalam Masjid dilakukan pengecekan ketat tak ubahnya pemeriksaan imigrasi.
"Masuk masjid diperiksa identitas diri. Barang bawaan dimasukkan mesin. Diperiksa manual lagi dengan teliti. Orang asing seperti saya semacam masuk lagi gerbang imigrasi. Paspor discan, dilacak. Beragam visa di lembaran paspor dibaca dengan teliti. Kacamata dibuka dan wajah difoto biometrik lagi. Handphone diperiksa, dibuka semua aplikasi dan galeri." terangnya menuturkan.
Usai shalat, katanya, tak ada ibadah berupa dzikir bersama. Jamaah langsung diperintahkan keluar dari masjid. Di masjid juga tidak ada jamaah dari kalangan pemuda. Jamaah didominasi kalangan tua, itu pun bisa dihitung jari.
"Bukan tak mau atau malas shalat di masjid seperti yang disabdakan Baginda Nabi. Mereka takut dengan ancaman sekurang-kurangnya 2 bulan di dalam bui. Masjid indah ini, bahkan di hari Jumat saja tak sampai setengahnya dipenuhi." terangnya, miris.
Selain sepi saat Shalat Jum'at, khutbah juga dilangsungkan secara singkat. Tak ada uraian yang membuat semangat.
"Tak ada khutbah menggelegar sebagai mana dilakukan oleh Baginda Nabi. Khutbah sekadar pembukaan, pujian, shalawat, wasiat ketaqwaan dan satu Ayat Al Quran. Tak sampai 3 menit sudah khutbah kedua yg ditutup hanya dengan sebait doa ampunan." tegas Azzam bercerita.
Makin miris ketika Azzam mengucapkan salam sembari tersenyum, tetapi tak ada balasan. Mereka hanya memberi kode dengan dua bola matanya.
"Saya ucapkan duluan sambil tersenyum, mereka hanya menatap iba sambil menggerakkan bola matanya yg tampak sedih berduka itu ke arah sudut atas kanan dan kiri. Ya, ada CCTV. Mereka tak berani." tutup Azzam.
Dalam unggahannya ini, Azzam tak menyertakan foto karena dilarang keras menggunakan handphone saat berada di sekitar Masjid. [Tarbawia]
Azzam Mujahid Izzulhaq saat olahraga di Xinjiang di tengah menjalankan aktivitas kemanusiaan di Xinjiang (ilustrasi)
"Jika di depan Ka'bah saya menangis saat shalat mendengarkan ayat yg dibaca oleh Sang Imam dengan begitu fashih, panjang dalam alunan suara yg menyentuh hati. Tidak di sini. Saya menangis karena kondisi ini. Dengan segala keterbatasan umat Islam untuk beribadah kepada Allah Rabbul Izzati." kata Azzam melalui akun fesbuknya, Sabtu (12/1/19).
Suasana Masjid
Azzam, dalam ceritanya, mendirikan shalat di masjid 3 lantai dengan bangunan yang mengagumkan.
"Masjidnya 3 lantai. Dibangun lebih dari puluhan atau hingga fatusan lalu. Ornamennya cantik. Perpaduan gaya Turki, Mongolia, Kyrgistan dan China." katanya.
Dahulu, lanjutnya, masjid ini dibuka sepanjang hari. Anak-anak ramai berdatangan. Bahkan banyak masyarakat yang datang meski sekadar untuk berfoto.
"Sekarang sepi. Dibatasi." lanjutnya.
Pemeriksaan Masuk Masjid
Azzam menuturkan, untuk masuk ke dalam Masjid dilakukan pengecekan ketat tak ubahnya pemeriksaan imigrasi.
"Masuk masjid diperiksa identitas diri. Barang bawaan dimasukkan mesin. Diperiksa manual lagi dengan teliti. Orang asing seperti saya semacam masuk lagi gerbang imigrasi. Paspor discan, dilacak. Beragam visa di lembaran paspor dibaca dengan teliti. Kacamata dibuka dan wajah difoto biometrik lagi. Handphone diperiksa, dibuka semua aplikasi dan galeri." terangnya menuturkan.
Usai shalat, katanya, tak ada ibadah berupa dzikir bersama. Jamaah langsung diperintahkan keluar dari masjid. Di masjid juga tidak ada jamaah dari kalangan pemuda. Jamaah didominasi kalangan tua, itu pun bisa dihitung jari.
"Bukan tak mau atau malas shalat di masjid seperti yang disabdakan Baginda Nabi. Mereka takut dengan ancaman sekurang-kurangnya 2 bulan di dalam bui. Masjid indah ini, bahkan di hari Jumat saja tak sampai setengahnya dipenuhi." terangnya, miris.
Selain sepi saat Shalat Jum'at, khutbah juga dilangsungkan secara singkat. Tak ada uraian yang membuat semangat.
"Tak ada khutbah menggelegar sebagai mana dilakukan oleh Baginda Nabi. Khutbah sekadar pembukaan, pujian, shalawat, wasiat ketaqwaan dan satu Ayat Al Quran. Tak sampai 3 menit sudah khutbah kedua yg ditutup hanya dengan sebait doa ampunan." tegas Azzam bercerita.
Makin miris ketika Azzam mengucapkan salam sembari tersenyum, tetapi tak ada balasan. Mereka hanya memberi kode dengan dua bola matanya.
"Saya ucapkan duluan sambil tersenyum, mereka hanya menatap iba sambil menggerakkan bola matanya yg tampak sedih berduka itu ke arah sudut atas kanan dan kiri. Ya, ada CCTV. Mereka tak berani." tutup Azzam.
Dalam unggahannya ini, Azzam tak menyertakan foto karena dilarang keras menggunakan handphone saat berada di sekitar Masjid. [Tarbawia]
No comments